Saturday 25 May 2019

Sekadar Mengamati Video Sadis 23 Mei 2019

Oleh: Asyari Usman (Wartawan Senior)

Hampir tidak ada bedanya dengan keberingasan tentara Israel ketiga mengejar anak-anak remaja yang melakukan ‘intifada’. Bahkan, mungkin yang ini lebih sadis lagi. Jangan-jangan mereka telah dikursuskan bagaimana cara melakukan kesadisan. Cara menyiksa dengan keroyokan.

Begitulah kesimpulan saya setelah memutar beberapa kali video yang menunjukkan seseorang yang tak lagi berbaju, sedang dikeroyok oleh sekitar 8-10 para petugas yang berseragam gelap. Mereka ada yang memegang senjata laras dan alat-alat proteksi tubuh yang cukup lengkap. Beberapa orang menyandang tameng (perisai). Rata-rata mereka memegang semacam kayu panjang (diperkirakan potongan rotan).




Video ini direkan dari posisi gedung bertingkat. Lokasi kejadiannya tampak seperti halaman masjid. Perekam video itu berkomentar bahwa seseorang yang dikeroyok itu kemungkinan anak remaja.

Para pengeroyok itu beringas bagaikan sudah lama tidak berjumpa mangsa. Yang dikeroyok tampak tidak lagi bergerak. Apalagi melawan. Ada sesekali dia terlihat menggerakkan kakinya. Mungkin, itulah gerakan terakhir anak tsb.

Metode penyiksaan itu tidak tanggung-tanggung. Para petugas yang memegang senjata laras memukulkan popor dan batang senjata mereka dengan ‘full force’ (sekuat tenaga). Yang lain-lainnya memukulkan rotan ke tubuh yang tampak telah lembik terkulai-kulai itu.

Dengan kaki yang terbungkus sepatu ‘riot gear’ (sepatu keras), salah seorang petugas berseragam gelap itu menendang bagian dada atau kepala anak itu. Sekuat tenaga juga. Bayangan saya, seandainya pun badan anak itu sedang dibalut alat alat proteksi, hampir pasti dia akan mengalami luka berat. Luar-dalam. Tak mungkin selamat dengan tendangan yang diayunkan sepenuh hati itu.

Dalam keadaan yang sudah tak bergerak lagi, masih sanggup para pengeroyok bersenjata lengkap itu memukuli si anak malang tsb. Luar biasa hebat aparat seragam gelap.

Setelah puas mengeroyok anak itu, dua orang petugas menyeret tubuh yang ‘telah diam’ itu ke satu tempat. Rekaman video pun selesai.

Setelah melihat video itu, saya bertanya-tanya apa gerangan yang menyebabkan aparat seragam gelap menjadi begitu sadis, beringas, kalap dan lupa diri? Pendidikan atau pelatihan macam apa yang diberikan kepada mereka? Indoktrinasi seperti apa yang disuntikkan ke kepala mereka?

Terus, apakah ada SOP untuk mengeroyok target yang sudah tak berkutik, yang telah terkulai-kulai? Apakah ada materi pelatihan yang khusus menghilangkan rasa kasihan terhadap korban yang sudah tak berdaya?

Apakah tidak ada materi tentang kemanusiaan dan keberadaban? Apakah mereka sengaja dilatih untuk menjadi seperti, maaf, srigala kelaparan? Yaitu, srigala yang akan mengeroyok mangsanya sampai mati?

Aparat seragam gelap di video itu bagaikan tidak pernah tahu Pancasila. Bagaikan tak kenal Tuhan. Seperti orang yang tak beragama. Bagaikan tak punya anak-kemenakan remaja.

Ingin rasanya mendapatkan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan ini. Tapi, ada video lain yang bisa “menghibur”. Yaitu, rekaman yang menunjukkan ratusan seragam gelap berjoget gembira di jalanan. Mereka tampak senang. Melompat-lompat kegirangan. Kurang jelas apakah mereka berjoget-ria setelah berhasil mengeroyok sampai tuntas anak remaja itu.

Saya teringat dengan nasib rakyat Palestina yang dikejami terus-menerus oleh polisi dan tentara Israel. Teringat dalam konteks begini: mengapa tidak kita salurkan saja kehebatan seregam gelap itu untuk melindungi warga Palestina?

Saya bayangkan, ketangkasan keroyok seragam gelap itu mungkin bisa menghalau tentara Israel dari tanah Palestina. Barangkali perlu kita coba. Siapa tahu!

Thursday 23 May 2019

Pilpres 2019 Yang Menentukan

Oleh: Prof. Dr. Moeflich Hasbullah (Pakar Sejarah Islam, Dosen UIN Sunan Gunung Djati)

Mengapa pilpres yang hanya soal pergantian presiden dan kita sudah pengalaman menyelenggarakannya beberapa kali tapi sekarang ini demikian panas, tegang, sulit saling mengalah, kecurangan masif berani terang-terangan? Petahana akan menangkap siapa saja yang dianggapnya provokator bahkan sekarang dibuatkan hukum oleh Wiranto untuk menangkap siapa saja yang menghina Jokowi. Sisi lain, oposan akan mengerahkan gerakan rakyat yang disebut people power walaupun sebuah gerakan damai.

Kata "kalah" sekarang ini, nampaknya tidak akan diterima oleh kedua belah pihak. Apakah kekalahan tidak akan diterima hanya oleh kubu 02? Tidak. Kubu 01 juga sama, suasananya tidak akan menerima kekalahan untuk pilpres kali ini.

Bagi kubu 02, pemilu kali ini penuh rekayasa, karena itulah kecurangan struktural dan masif disiapkan sejak awal, catatannya di tim BPN mencapai ribuan, termasuk membangun opini melalui quick count yang diyakini hanya pesanan semata, hanya konstruksi untuk mempengaruhi pikiran dan mental masyarakat agar hasil pemilu bisa diterima dari hasil quick count dan perhitungan KPU.

Bagi kubu 01, pemilu kali tampaknya tidak bisa terima kekalahan karena diyakininya kelompok Islam radikal menyatu pada kubu 02 yang dituduhkannya akan merubah NKRI dan Pancasila. Prabowo iya nasionalis tapi dia didompleng oleh elemen Islam radikal dan ini membahayakan kelangsungan NKRI. Itulah pikiran di kubu 01. Maka, bagaimana pun caranya, 02 tidak boleh menang walaupun itu kekuatan rakyat.

Kalau soal pemilu biasa yang jurdil dan kondisi negara normal, kubu Jokowi dan kubu Prabowo pasti akan menerima kalah dan menang sebagai hal yang biasa. 
Tapi mengapa kondisi jadi rumit, panas, tegang dan gawat? Mengapa ada ribuan kecurangan yang dibaca masyarakat dari berita-berita media dan ditonton langsung dari banyak sekali video yang beredar? 

Mengapa survei dan quick count yang fungsinya membantu menghitung cepat tapi kali ini kontroversial dan tak diterima oleh satu paslon?

Berarti ada sesuatu. Itu jawabannya.......?

Bukankah pada banyak pemilu sebelumnya, 'kwikkoun'p- tidak jadi masalah? Karena tidak ada nuansa kecurangan apalagi masif. Di pilpres 2019 ini, masalahnya jelas karena pemilunya tidak wajar. Bukankah sepanjang sejarah pemilu Indonesia baru kali ini begitu banyak kecurangan yang disaksikan masyarakat? Mengapa ada korban kematian panitia begitu banyak hingga 550 lebih? Ada apa? Apa artinya? Sekali lagi, artinya ada sesuatu, ada yang tidak wajar, ada misteri yang besar yang sekarang jadi kontroversi. Bukankah mudah saja memahami itu? Diagnosis Ikatan Dokter Indonesia sudah membuktikan mereka bukan mati oleh kelelahan. Kelelahan bukan penyebab langsung kematian. Bila kematian massal itu diautopsi, sebabnya akan terbuka.

Mana mungkin sebuah hasil pemilu akan diterima oleh peserta bila kecurangan begitu banyak?

Di negara manapun pasti akan jadi masalah, yang kalah pasti akan protes karena permainan tidak fair, karena pemilu tidak jujur. Ada apa dengan kematian panitia KPPS hingga 500 orang lebih? Apakah ini pemilu yang biasa? Pemilu yg normal dan wajar? Tentu tidak. Semua masyarakat tahu dan merasakan ini pemilu yang tidak biasa, tidak wajar. Kematian massal ini belum pernah terjadi sebelumnya. Jadi, sekali lagi, ada apa dengan pemilu pilpres 2019?

Mengamati dan merasakan ketidakwajaran Pilpres 2019

Sebenarnya bukan soal Jokowi lawan Prabowo, bukan hanya soal pergantian presiden, bukan soal Islam moderat dan Islam radikal, bukan soal Pancasila vs Khilafah, bukan soal nasionalisme religius vs nasionalisme sekuler. Bukan soal rebutan kekuasaan antar anak bangsa. Kalau hanya itu semua, pemilu tidak akan segawat dan segenting ini. Dalam banyak hal masyarakat kita sudah terbiasa dan menerima perbedaan.

Maka, jawabannya tidak lain adalah sesuatu yang lebih besar dari sekedar pemilu. Yang lebih besar dari sekedar pergantian presiden yaitu masalah kedaulatan negara dan masa depan bangsa. Hanya, yang satu kubu seperti tidak perduli, tidak menyadari, karena lebih memandang aspirasi politik kelompoknya. Kubu lain tahu, sangat peduli dan melihat urusan yang lebih besar, yaitu soal kedaulatan bangsa dan negara yang sedang tergadaikan. Soal ancaman kepada rakyat yang akan jadi kacung di negerinya sendiri.

Ini era global. Negara-negara besar mencaplok negara-negara lain tidak melalui penjajahan langsung tapi melalui neo-kolonialisme, melalui imperialisme politik yang gejalanya sudah banyak di Indonesia tapi masih juga sulit diyakinkan kepada sebagian masyarakatnya.

Samuel Huntington menjelaskan secara rasional dalam bukunya "The Clash of Civilization and Remaking New Order," bahwa negara-negara raksasa dengan ledakan penduduknya yang sudah tak terkendali di negerinya karena sudah lewat batas, pasti akan mencari sumber-sumber alam dan penghidupan dengan membanjiri negara-negara tetangganya dan menganeksisasi secara ekonomi dan politik. Kolonialisme dulu karena kerakusan, sekarang kolonialisme karena mempertahankan hidup dari negara yang terlalu besar.

Penduduk Cina sekrang sudah sekitar 1,4 miliar yang sumber alamnya sudah tak bisa diandalkan.

Bagaimana ia harus mempertahankan hidup? Seperti air, dengan meluber keluar, menganeksasi bangsa-bangsa lain. Dan Cina sudah membuktikan itu dengan jebakan-jebakan utang yang besar yang membuat negara lain tidak berdaya: Tibet sudah jadi negara Cina, Malaysia sudah terlambat untuk bisa lepas dari hegemoni Cina.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rizal Taufikurahman mengungkapkan, Zimbabwe memiliki utang sebesar 40 juta dollar AS kepada China dan tak mampu membayar sehingga harus mengganti mata uangnya menjadi Yuan sebagai imbalan penghapusan utang sejak 1 Januari 2016. Nigeria yang disebabkan oleh model pembiayaan melalui utang yang disertai perjanjian merugikan dalam jangka panjang membuat China mensyaratkan penggunaan bahan baku dan buruh kasar asal China untuk pembangunan infrastruktur di Negeria.

Sri Lanka yang juga tidak mampu membayarkan utang luar negerinya untuk pembangunan infrastruktur dan harus melepas Pelabuhan Hambatota sebesar Rp 1,1 triliun atau sebesar 70 persen sahamnya dijual kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) China. Angola mengganti nilai mata uangnya. Zimbabwe juga.

Kapan Indonesia sadar?

Hutang Indonesia sudah mencapai 5000an Triliun dan Indonesia akan kesulitan membayarnya. Satu-satunya cara adalah intervensi Cina harus diterima menghegemoni Indonesia dengan dikte-dikte ekonomi dan politiknya yang kini semakin kuat.

Melalui konglomerasi raksasa, Indonesia harus di bawah kendali mereka. Jokowi dan petahana adalah akses yang bisa diintervensi yang selama menambah terus utangnya hingga titik kritis. Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman yang sangat berkuasa, sudah menandatangi 23 kontrak proyek dengan Cina untuk memperkuat dan semakin mengunci Indonesia dengan utang.

Liputan Kompas dan banyak media lain mengkhawatir bahaya jebakan utang ini dan banyak tokoh mengkritiknya. Tapi Wiranto malah menyambutnya dengan membentuk Tim Hukum Nasional yang bernuansa dihidupkannya politik otoriter Orde Baru.

Kesadaran ancaman atas kedaulatan negara disikapi berbeda oleh kedua kubu capres dan masing-masing pendukungnya. Petahana menganggapnya bukan masalah karena mungkin sudah akrab tanpa melihat dampak dan akibatnya, kubu oposisi sangat merasakan ini berbahaya bagi kelangsungan bangsa dan negara.

Kapan keduanya akan menyadari bersama? Mungkin kelak kalau bangsa ini, tanpa sadar dan tidak berdaya, sudah menjadi bagian dari negeri asing. Kita baru akan menyadari ketika kedaulatan sudah hilang di negeri yang dimerdekakan oleh hasil keringat darah rakyat, para pejuang dan para ulama dari 350 tahun kolonialisme.

Maka, ..............
siapa pemenang pilpres 2019 akan menentukan apakah Indonesia akan menjadi bangsa kacung dan kekayaan negerinya habis milik asing yang sekarang sebagiannya sudah terbukti atau menjadi negara dan bangsa "baru" yang berdaulat sebagai amanat Pancasila dan UUD 1945. Wallahu a'lam bisshowab.

Wednesday 22 May 2019

Surat Terbuka Rizal Ramli: Korban Sudah Terlalu Banyak, Apakah Akan Kita Biarkan?

SAUDARA-saudara, bangsa kita di persimpangan jalan. Apakah kita meneruskan cara-cara curang, cara-cara yang tidak adil dan cara-cara yang semakin otoriter?

Kita semua berjuang dengan susah payah,agar negara kita menjadi negara demokratis yang bertanggung jawab dan ngayomi rakyatnya. Saya pada waktu muda, umur 22 tahun diadili dan ditangkap, dipenjarakan di Suka Miskin karena ingin Indonesia yang demokratis, Indonesia yang adil.

Tapi saya sedih sekali, hari ini kita kembali ke zaman otoriter, aparat digunakan untuk menangkap orang sembarangan. Menggunakan undang-undang anti makar. Saya mohon maaf, makar itu kalau dalam bahasa inggris, itu kudeta. Kudeta itu hanya bisa dilakukan oleh organisasi bersenjata. Tidak bisa rakyat biasa tanpa senjata dengan damai melakukan kudeta.

Padahal, hak untuk berkumpul, untuk menyatakan pendapat, untuk mengekspresikan ketidakpuasan itu dijamin oleh UUD 1945. Artinya apa? Kita berkumpul menyatakan pendapat asal dengan damai, asal dengan tanpa kekerasan, itu dijamin oleh UUD 1945. Siapapun yang memberangus untuk menyatakan pendapat, untuk berkumpul, pada dasarnya melanggar UUD 1945.

Pasal 28 E UUD 1945
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan menyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya 

(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

Apakah akan kita biarkan? Korbannya sudah terlalu banyak. Saya tidak percaya tujuh ratusan itu meninggal hanya karena kelelahan. Karena kalau orang hanya kelelahan itu biasanya jatuh tertidur, kecuali dia penyakit gawat sebelumnya. Nah kami minta di buat tim pencari Fakta (TPF), kenapa sampai terjadi ini, yang independen.

Yang kedua, tahun 2014 sebetulnya sudah ada kecurangan, cuma 1-2 %, iya. Pak Prabowo waktu itu legowo, nrimo. Udahlah daripada rame-rame, iya kan? Dukung aja presiden yang terpilih. Tapi hari ini kecurangannya luar biasa besarnya. Ada 17,5 juta pemilih yang abal-abal, iya. Ada 13,5% dari total TPS yang diinput yang salah.

Nah menurut saya, standar apapun di seluruh dunia, ini sudah keterlaluan. Kita tidak ingin pemerintah yang curang ini, dan juga ternyata tidak berpihak kepada rakyat. Ini bukan soal menang kalah lagi, ini bukan soal Prabowo-Jokowi lagi. Yang kita lawan ini adalah kecurangan, yang kita lawan ini adalah ketidakadilan.

Saudar-saudara, dengan izin Allah yang mahakuasa, insha Allah kebenaran akan ditegakkan. Pada akhirnnya akan ada perubahan untuk dan bagi rakyat kita semua. 

Terima kasih. Salam


Tuesday 21 May 2019

Konflik Hubungan TNI dan Polri, Grand Design Pelemahan NKRI

Oleh Letjen Marinir (Pur) Suharto

Assalamu’alaikum Wr.Wb. Terima kasih atas waktu yang diberikan kepada saya. Pada kesempatan ini apa yang akan saya sampaikan adalah pendapat pribadi saya. Jangan dianggap ini sebagai pendapat TNI. Apa yang akan saya sampaikan pada kesempatan ini adalah hasil analisa saya terutama menyangkut persoalan skema pelemahan internal NKRI, yang kini muncul kepermukaan menjadi skema konflik TNI-Polri.

Kalau boleh saya katakan, apa yang dihasilkan oleh Reformasi 1998, menurut saya adalah sebuah penyimpangan. Karena reformasi itu hadir begitu cepat, sedang kita sendiri belum siap. Sehingga perjalanan reformasi ini kemudian “dibajak” oleh orang-orang yang telah siap finance dan programnya. Mereka adalah empat belas menteri yang mengkhianati Pak Harto. Merekalah yang kemudian menjadi “lokomotif” yang menyalip di tengah jalan.

Kembali kepada TNI dan Polri. Saya merasakan ini memang suatu kesengajaan. Kalau mau jujur saya katakan bahwa TNI dan Polri merupakan suatu badan yang berbeda. TNI itu adalah suatu institusi kombatan (tempur). Sedangkan Polri itu bukan institusi kombatan. Polri adalah non kombatan

Polri itu sebetulnya hanya menangani apa yang disebut dengan crime justice system, atau yang lebih kita kenal dengan Ketentraman dan Ketertiban Masyarakat (Tramtibmas). Tapi apa lacur pikiran kita dibelokkan sehingga dengan serta merta kita ikut latah dengan istilah pertahanan dan keamanannya TNI, seakan sama dengan istilah keamanannya Polri. Itu tidak betul. Keamanan ini security. Security as a whole include di dalamnya.

Dahulu masalah itu diributkan oleh Departemen Pertahanan dan Keamanan, itu sudah betul. Ironisnya sekarang setelah institusi TNI-Polri dipisah kok seakan semua setuju. TNI sebagai kombatan sudah kembali ke barak, dan meninggalkan sosial politiknya. Tapi ketika saya tanya, apakah Polisi Back to barrack? Tidak. Bahkan Polisi dipersenjatai seperti kombatan.

Ketika saya masih menjadi Irjen Dephan, saya habis-habisan menentang ini. Kenapa minta senjata AK? AK 97 adalah senjata kombatan bukan senjata Polisi. Senjata Polisi hanyalah untuk memberikan peringatan dan untuk membela diri. Makanya Polisi di Inggris senjatanya pakainya pentungan. Di Indonesia, Polisi malah dipersenjatai, pangkatnya persis pangkat tentara. Jenderal itu pangkat tentara bukan pangkat polisi. Kalau pangkat Polisi yang betul ya Inspektur, Komisaris, Ajun, sampai dengan Super Intendan. Tapi kita tidak, kita perkuat pangkat sama dengan Jenderal. Brimob disusun sampai susunan tempur, dulu saya sampai terkejut ketika hendak diberikan tank.

Jadi kita tidak tahu lagi mana yang kombatan dan mana yang non kombatan. Pada waktu acara di Kampus UNAIR, yang dihadiri pula oleh beberapa petinggi Polisi, saya sampaikan kalau nanti sistemnya seperti ini, polisi yang tidak back to barrack. Kalau tidak back to barrack nanti kewenangan Polisi melampaui kapasitasnya. Siap tidak siap, mau tidak mau, nanti akan jadi tirani baru. Nah apa yang sekarang kita rasakan ini harus diwaspadai. Apalagi DPR sekarang tidak mengerti mana ketahanan mana keamanan sehingga secara membabi buta menyatakan keamanan tugas polisi, pertahanan tugas TNI, ini yang saya kira harus kita pelajari lebih mendalam.

Kalau kita belum bisa mendefinisikan dengan benar fungsi dan peran TNI-POLRI, maka sulit bagi kita mengandalkan keterlibatan mereka untuk memperkuat NKRI.

Kenapa saya katakan polisi kewenangannya melampaui kapasitasnya? Pertama, polisi di bawah presiden melampaui kapasitasnya, di negara yang paling maju dimanapun tidak ada polisi di bawah presiden. Ini kewenangan melampaui kapasitasnya. Apalagi sekarang kita melihat kalau sidang kabinet, Polri hadir, panglima TNI juga hadir. Bagaimana kita tidak mengatakan bahwa TNI dan Polri tidak terlibat dalam politik?!

Sekali lagi saya katakan pendapat saya, kalau salah dibuang, kalau benar saya kira bisa kita lanjutkan.

Untuk itu, sekarang bagaimana solusi untuk mendinginkan ini. Sulit. Kalau kita berkaca pada sistem yang ada ini memang sulit. Belum lagi ada kata kecemburuan sosial, anak-anak saya itu kalau cerita diam-diam dan dibelakang. Saya tanya, “Le, kenapa kamu tidak akur dengan polisi? Bagaimana ndan, kita itu gajian satu bulan sekali dia gajian tiap hari.” ini guyonan tapi menyengat. Karena masalah itu, kita paten-patenan.

Tahun 1998 yang kita selamatkan mereka. Ditahun itu kalau Polisi diuber-uber, kita yang selamatkan. Sampai Brimob yang ada di perempatan, bila tidak ada Marinir, sudah habis itu.

Jadi, itu yang saya terus ingat. Itu salah satu kelebihan. Ada satu kapasitas lagi, Polisi mengurus mobil, BPKB, STNK, itu kan pajak-pajak mobil. Itu sebetulnya sektor keuangan, ranahnya Depkeu, bukan ranahnya polisi.

Waktu saya Irjen ditahun 2000, ada lima (persoalan, red) yang diribut-ributkan, ada di Tempo. Lucu kalau saya ingat itu.

Pertama, gedung PTIK, lahan PTIK yang akan diruilslah. Padahal menurut peraturan pemerintah harus izin ada izin Presiden, Sekeu, Departemen Keuangan. Dia mau rislah, dananya mau diambil sebagian untuk membuat Markas Besar Polisi, yang waktu itu terbakar.

Kedua, masalah mobil Timor. Mereka membeli mobil Timor 1033 dengan harga 60 juta, padahal saya marinir membeli mobil timor dari Mas Bambang 24,550 juta

Ketiga, masalah senjata. Dia mengajukan kepada Dephan, Pak Yuwono, minta 16.000 membeli senjata AK 97 dengan harga 63 juta. Beliau minta disposisi kepada saya. Saya lalu menghadap. Saya katakan, bahwa Senjata AK 97 ini dengan harga 7 juta.

Lebih aneh lagi kok minta 16 ribu (pucuk). Seingat saya, Marinir, anak buah saya cuma 16 ribu. Dan seingat saya Brimob itu tidak sampai sepertiga Marinir. Selebihnya senjata untuk siapa? Padahal proses pengajuan senjata itu dilihat dari klasifikasi senjatanya. Klasifikasi dilihat mana yang rusak berat, sedang, ringan. Keuangan kita hanya mencapai itu. Untuk rusak berat yang dibeli, itu yang rusak berat. Rusak ringan maupun rusak sedang masih dikalibrasi dengan depo senjata, yang ada di angkatan masing-masing.

Keempat, dana operasional SIM dan STNK. Dana ini adalah dana publik, uang rakyat. Polisi tidak boleh mengatur itu. Seharusnya SIM dan STNK ini dikerjakan oleh Depkeu dan Sekeu Departemen Perhubungan. Bukan oleh polisi. Ini yang harus diluruskan. Harus di reformasi. Kalau Mabes Polri perlu anggaran, dia harus mengajukan daftar usulan pembangunan kepada pemerintah. Pemerintah kemudian mengalokasikan dana sesuai kemampuan, dana harus masuk pemerintah dulu tidak boleh langsung dikelola hartanya sampai angka 45-46 Miliar. Saya kemudian cek ke Singapura alat komunikasi dengan spesifikasi dan merek ini berapa harganya untuk sekian unit. Saya dapatkan harga tidak sampai 5 M. Lalu terjadi kehebohan. Bahkan sampai bocor ke media. Saya lalu bilang kepada Pak Yuwono, “Kalau kebocoran itu berasal dari saya, hari ini saya siap untuk dipecat.”

Bagaimana mengetahui bocor atau tidaknya di wartawan. Oh gampang Pak, saya kalau membuat laporan tebusannya itu ada nomornya. Jadi nomor 1 adalah bapak Menhan, nomor 2 ini, lihat saja di wartawan pak itu jatuh dicopy nomor berapa. Kalau itu copy ada di dalam lingkungan Dephan, saat itu saya berhenti. Dan ternyata kebocoran itu ada di pihak Polisi sendiri, karena saat itu ada persaingan tahta kepolisian.

Ini ilustrasi saya yang bisa disampaikan terkait hubungan antara TNI dan polisi. Dan hal ini memang harus diselesaikan. Polisi kita sudah diciptakan seperti TNI. Unit non kombatan sudah kita jadikan seperti kombatan. Dan mereka sendiri sudah nikmat dan sulit untuk bisa kita ubah.

Tampaknya Polisi sudah merasa nyaman dengan Sistem ini. Saya kira satu-satunya jalan adalah merangkul kembali Polisi dan TNI dalam satu badan dan harus kita pikirkan kemana larinya? Atau posisi yang kedua mereka dikembalikan kepada Departemen Dalam Negeri seperti yang diwacanakan oleh Jokowi-JK.

Mereka dulu paparan di Dephan, pokoknya kalau Mas Harto sudah pindah dari Dephan, kita akan paparan ulang di Dephan. Setelah saya tidak di Dephan lagi, konsep itu diterima oleh DPR. Itu yang saya takutkan

Makanya sistem ini terus berjalan. Apakah ini merupakan skema pelemahan NKRI? Menurut saya ya. Sulit kita pungkiri kalau hal ini bukan merupakan bagian dari grand desain untuk pelemahan Republik ini.

Saya melihat bahwa pelemahan Republik ini sudah sejak tahun 1955. Sejak maklumat wakil presiden nomor 50. Disitulah saat Indonesia dimasuki oleh alam liberal. One man one vote.

Disinilah awal kita meninggalkan amanah founding fathers kita yang terdiri dari berbagai suku. Maaf kalau saya katakan, terserah mau dinilai apa saya nanti. Maklumat Wapres itu wujud daripada pengkhianatan. Seperti kami di TNI, dalam kesatuan Batalyon, ada keluar perintah Wakil Komandan Batalyon. Wadanyon baru bisa memberikan perintah pada pasukan saat Komandan Batalyon mati. Begitu juga di Republik ini, maklumat Presiden harusnya baru bisa keluar bila Presiden sudah mati.

Kita sudah meninggalkan kebersamaan. Kita sudah meninggalkan semangat gotong royong. Kalau kita bicara gotong royong, bukan hanya sekedar pilar bangsa kita tapi juga dasar bangsa. Dimana dari dasar negara tersebut, ditegakkanlah pilar-pilar tersebut. UUD 45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Disitulah tiga pilar itu berdiri. Jadi bukan empat pilar berdiri disitu.

Sekarang kita sudah tahu kelemahan-kelemahan kita? Seperti pelajaran budi pekerti apakah masih diajarkan di sekolah? Sayang sudah dihapus. Padahal budi pekerti itu adalah bagian yang paling dasar dari Pancasila. Kita sudah tidak mengenal lagi gotong royong. Termasuk pelajaran ilmu bumi sudah tidak diajarkan lagi. Supaya apa? Supaya warga negara kita, anak bangsa kita tidak mengenal lagi tanah airnya.

Saya terperangah pada saat ada perlombaan di televisi, dimana pelajar-pelajar SMA sebagai pesertanya tidak tahu Pontianak itu ada dimana. Ya Allah, Ya Rabbi. Itu juga bagian dari pelemahan.

Seperti halnya Puan Maharani, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, masa dia katakan Banjarnegara di Jawa Barat. Nah itu adalah produk. Kalau dia katakan, dia adalah tokoh Pancasila, rasanya tidak percaya saya. Saya kira itu pelemahan.

Apakah nanti TNI dan Polri bersatu lagi dalam rangka penguatan NKRI, kita bisa kaji lagi. Yang jelas, seperti kita saksikan sekarang ini mereka sudah memberikan kontribusi kepada pelemahan NKRI. Karena memang sudah samar wilayahnya. Samar sektornya. Ini kombatan, non kombatan atau dua-duanya kombatan. Sehingga sekarang bisa gagah-gagahan, mau bedil-bedilan ayo mari. Selama belum mengerahkan tank, loe punya senjata, gue juga punya.

Inilah satu hal yang bisa saya sampaikan. Kedepan saya optimis mereka mampu secara internal menyelesaikan ini. Apabila semua pemimpin kita menyadari bagaimana problema kita dan yakin bisa kita atasi dengan sebaik-baiknya.

Saya melihat hanya ada dua jalan bagi Polisi, pertama kembali kepada Dephan, atau kembali kepada Depdagri. Yang pertama tidak populer, apalagi sekarang sedang didengungkan civil society itu bagian di luar ABRI. Padahal kalau kita gali lebih dalam, civil society itu include di dalamnya TNI. Karena TNI itu juga bagian dari rakyat. Rakyat yang bertugas untuk pertahanan namanya TNI. Bidang pemerintahan namanya Pamong, bidang hukum adalah Hakim dan Jaksa semua itu dalam rangka civil society. Itu yang kita tanamkan kepada anak-anak kita. Namun saya tetap memberikan suatu optimisme kepada kita semua, bahwasannya NKRI Insya Allah, jika kita sadar, kita tetap bisa mempertahankannya. Kita tetap memilih NKRI daripada kita memilih 47 negara bagian. Terima kasih.

Monday 20 May 2019

Surat Terbuka Untuk Bapak Jokowi dan Bapak Prabowo dari Jumiarti Agus di Jepang

Bapak Jokowi, dan Bapak Prabowo semoga Bapak-Bapak sehat selalu. Saya Jumiarti Agus, warganegara Indonesia yang tinggal di Jepang, yang serius bekerja di Jepang untuk kemajuan Pendidikan di Indonesia.

Saya warga negara Indonesia yang tinggal di Jepang sejak masih single, kemudian menikah, hamil, melahirkan, membesarkan anak dan menyekolahkan mereka mulai dari tingkat hoikuen, SD, SMP dan SMA. Sekarang anak saya yang paling besar bersekolah di sekolah khusus perempuan. Sangat komplit masa yang saya lalui di Jepang, ketimbang di Indonesia. Tidak hanya saya, semua orang asing yang tinggal dan pernah datang ke Jepang, merasakan kenyamanan, tinggal dan hidup di negeri Sakura.

Kami merindukan semua kenyamanan itu bisa dirasakan oleh semua rakyat Indonesia. Selama tinggal di Jepang hak hidup dan berekspresi kami sama dengan mereka warga Jepang, anak-anak kami semuanya dapat subsidi dari pemerintah Jepang setiap bulan sejak lahir hingga mereka berusia 16 tahun. Anak anak bersekolah di SD dan SMP gratis, hanya untuk biaya ekstrakurikuler yang membayar. Biaya kesehatan, bahan makan, dan biaya hidup semuanya terjangkau. Suasana di lingkungan sungguh aman dan nyaman. Anak-anak hingga berusia 16 tahun mendapatkan tunjangan hidup 10-000 – 15,000 yen perbulan. Dan semua hal yang kami rasakan ini dirasakan sama oleh masyarakat di Jepang. Padahal negara Jepang tidak punya sumber daya alam apa pun, kecuali ikan di laut. Sementara kita negara kaya raya, semuanya kita punya, tapi rakyat yang miskin masih banyak. Sungguh sangat memilukan! Namun kalua kita bergiat tentu kita bisa membaik, InsyaAllah. (Tentang hal ini bisa dibaca di buku Menagapa Bertahan di Negeri Orang? ACIKITA Publising 2007).

Pak Jokowi dan Pak Prabowo Yth,
Saya ingin berbagi info tentang pemilu dan sikap pemimpin di Jepang. Pemilu di Jepang, berlangsung aman dan damai. Tanpa ada hiruk pikuk kampanye, apalagi bagi bagi sembako, uang, baju kaus dari pemimpinnya. Semua itu tidak pernah ada. Rakyat mereka juga tidak mau dibohongi oleh pemimpinnya. Mereka melihat kenyataan dan berfikir dengan logis, apakah seorang pemimpin bagus atau tidak. Mereka semua akan memilih sesuai dengan hati nuraninya. Biasanya pemilihan umum menggunakan lokasi sekolah milik pemerintah, rakyat disekitar pemukiman akan datang dan antrian tertib pada hari H, kemudian memilih calon yang disukai.

Pemilu di Jepang, tidak menghabiskan dana negara yang sangat besar, efisien, tertib, aman dan jujur. Semua pihak berlaku jujur, pemimpinnya jujur, penyelenggara pemilu jujur, dan rakyat juga jujur memilih pemimpin yang dia sukai. Sehingga pemimpin yang terpilih adalah pemimpin yang memang memenangkan suara rakyatnya, bukan pemimpin yang menang karena data yang dimanipulasi.

“Kenapa semua mereka bisa berlaku jujur?”

Jawabannya adalah sistem pendidikan mereka yang dikonsep dan dilaksanakan dengan baik, dimana moral dan karakter anak sangat fokus ditanamkan sejak dini. Sehingga saat dewasa mereka secara umum bersikap jujur.

Bila sikap jujur sudah dipunyai semua rakyat, maka semua program yang dicanangkan dapat berjalan dengan baik. Akhirnya semua rakyat dapat hidup, bersekolah, berkarya dan berprestasi yang membanggakan dunia. Mereka bahkan setiap tahun meraih hadiah Nobel, Pendidikan dan riset betul-betul sangat dahsyat majunya. Kita sangat jauuuuh ketinggalan. Kapan kita mau menorehkan sejarah di tingkat dunia di bidang pendidiakn dan riset, sementara masalah pokok saja, masalah pangan saja masih belum selesai?

“Sungguh teramat banyak PR kita Pak! Jangankan untuk meraih hadiah Nobel, untuk satu kata jujur saja, kurikulum nasional Indonesia kita belum mampu mencapainya. Buktinya korupsi dan KKN tumbuh subur, ini semuanya adalah musuh kemajuan bagi bangsa besar ini.!”

Pak Jokowi Yth, Legowolah, Pemilu 2019 Pak Prabowo Pemenangnya!

Saya tidak ikut dalam panitia pemilu apapun, tapi tetap dengan intensif memantau kondisi. Jujur, saya merasa capek, waktu saya sangat tersita. Saya yakin semua rakyat Indonesia mengalami hal yang sama. Mari kita sudahi dengan dewasa proses pemilu tahun ini, karena sudah jelas nyata bahwa Pak Prabowo adalah pemenangnya.

Buktinya apa?

1. Kampanye Bapak Prabowo dan pasangannya, selalu ramai di mana-mana. Rakyat datang dari keinginan pribadi, tanpa ada paksaan, tanpa nasi bungkus dan uang, dan tanpa mobilisasi dari pihak mana pun. Ada banyak rakyat yang menyumbangkan uang, padahal mereka hanya orang biasa. Suara yang datang dari hati rakyat, adalah murni dari Allah. Allah yang menggerakkan pribadi masing-masing mereka untuk memilih Bapak Prabowo. Untuk itu mari kita hargai Pak. Sementara kampanye pak Jokowi hampir selalu sepi, dan kadang rakyat didatangkan dari daerah lain, diberi nasi bungkus, uang, baju kaus, dan lain lain, artinya mereka memilih bukan karena murni dari hati nuraninya.

2. Data C1 yang banyak dilaporkan dari teman teman dan kolega di tanah air di dunia maya, mayoritasrakyat memilh 02. Ini data yang tidak bisa dibohongi. Dan inilah sebenarnya yang dijadikan acuan untuk menentukan angka persentase pemenang. Katanya server KPU kena hantam, artinya data sudah bukan yang sebenarnya. Quick Count memenangkan Bapak Jokowi, ini akan menyebabkan malapetaka, karena dari mana angka itu? Sementara rakyat punya data asli, dimana-mana Bapak Prabowo mayoritas menang.

Pak Jokowi Yth, mari mengakui kemenangan Pak Prabowo. Sebaiknya Bapak berpidato di depan rakyat Indonesia, dan menyatakan dengan fair bahwa pemenangnya adalah Bapak Prabowo Subianto. Sikap ini akan lebih terhormat ketimbang Bapak terus membiarkan kondisi yang berkembang di mayarakat. Saat ini karena rakyat sudah melihat nyata bahwa KPU memihak salah satu calon, dan ada indikasi banyak kecurangan pemilu, (kotak suara yang ditemukan sudah tercoblos untuk 01, banyak pemilih 02 yang tidak bisa mencoblos, dan data yang muncul memenangkan Bapak Jokowi), tentu rakyat protes.

“Sebagai perjuangan berjamaah, rakyat pendukung 02, sibuk meminta bantuan tim luar negeri dalam menghadapi pemilu yang penuh kecurangan ini. Ini adalah aib negara kita Pak Jokowi. Negara luar akan tahu bahwa kita tidak mampu mengurus negeri sendiri. Dan tentu yang jelek adalah Pak Jokowi, karena pemilu kali ini terjadi pada masa kepemimpinan Bapak.”

Terkait ketidakjujuran selama proses pemilu, ini semuanya bukan salah Bapak, tapi yang salah adalah sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia. Kita perlu merubah sistem pendidikan kita, dimana pelajaran moral, akhlak dan karakter anak harus sejak dini ditanamkan kuat, sehingga saat dewasa semuanya tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang jujur. Dan untuk hal ini Jepang adalah pionirnya di dunia.

Hiruk pikuk pemilu dan ketidakjujuran penghitungan suara, adalah tamparan hebat untuk bangsa Indonesia. Dunia tahu aib bangsa kita. Untuk itu kepada Bapak Jokowi tampillah untuk berpidato, untuk menyatakan bahwa Bapak Prabowo adalah pemenangnya. Karena hanya dengan sikap kenegarawan Bapak yang bisa menyelamatkan kondisi saat ini. Kami tidak ingin terjadi pertumpahan darah, pertikaian dan perseteruan hebat.

Saya mengucapkan terimakasih selama Bapak menjadi Presiden, selanjutnya pekerjaan atau janji jani kampanye Bapak pada tahun 2014 yang mayoritas tidak dilaksanakan, mari kita titipkan kepada Bapak Prabowo untuk membereskannya. Juga terkait pekerjaan yang belum beres kata Bapak pada saat debat presiden, maka insyaAllah akan dibereskan oleh Bapak Prabowo.

Mari Pak, kita tempatkan kepentingan bangsa dan keutuhan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Saya menunggu pidato resmi Pak Jokowi yang menyatakan legowo dan menerima kekalahan atas Pak Prabowo. Biasa saja Pak, dulu Bapak sudah dinyatakan menang, sekarang mari berikan kesempatan kepada Bapak Prabowo, karena mungkin KPU tampaknya sulit mengumumkan, karena servernya kena serangan. Sementara rakyat punya data original, dimana Bapak Prabowo unggul di banyak propinsi.

Untuk Bapak Prabowo Selamat, Bapak Sebagai Presiden RI 2019-2024

Selamat Pak, Bapak adalah pemenang pemilu tahun ini. Kami mohon Pak, bekerjalah untuk kemajuan dan kenyamanan hidup rakyat. Jangan berkuasa untuk kepentingan pribadi dan orang orang di sekitar Bapak. Ada banyak anak bangsa cemerlang di luar negeri yang Bapak berdayakan untuk mengejar ketertinggalan kita selama ini.

Saya mengusulkan kepada Bapak, poin pertama yang harus Bapak perbaiki adalah “Sistem pendidikan kita”. Jepang bisa maju dan punya karakter yang baik secara nasional karena sistem pendidikan yang ia jalankan. Tanamkan moral dan kepribadian sejak dini dengan metode action, kedua; mengggali potensi anak semaksimal mungkin sejak dini, potensi apa saja, di berbagai bidang. InsyaAllah bila kedua poin di atas diterapkan, maka kita bisa menjadi negara yang kuat kepribadiannya, dan mempunyai potensi diri yang baik di berbagai bidang. InsyaAllah akan ada peraih nobel dari Indonesia nantinya. Aamiin YRA

Karena kejujuran sangat mahal di Indonesia, maka untuk manusia dewasa yang sudah bekerja di berbagai bidang, saya menyarankan ada metode yang diterapkan untuk semuanya ditempa menjadi pribadi yang jujur. Tanpa kejujuran semuanya akan berantakan. Korupsi adalah berawal dari ketidakjujuran, korupsi adalah musuh negara, akan menghambat kemajuan negara. Tampaknya mayoritas kita bangsa Indonesia, wajib mengambil pelajaran moral setara dengan kurikulum di SD di Jepang, karena di negeri Oshin ini, pelajaran moral sudah khatam (tamat) di SD. Jadi sangat malu kita pada anak anak SD di Jepang, karena moral mereka lebih baik dari moral manusia dewasa Indonesia (mereka) yang tidak jujur.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jumiarti Agus
Ketua Internasional ACIKITA
Pejuang perubahan sistem pendidikan Indonesia
Pendidik, peneliti, penulis dan pemateri.
Anak bangsa yang ingn Indonesia maju.
Kobe, 19 April 2019

Tuesday 23 April 2019

'People Power' Dalam Timbangan Konstitusi | Catatan Hukum Pasca Pilpres 2019

Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.

Ketua LBH PELITA UMAT

Publik terperangah, manakala merasakan realitas politik pasca 17 April 2019 bukanlah titik kulminasi perbedaan pandangan aspirasi politik, yang diharapkan mereda dan kembali berjalan normal sebagaimana mestinya. Pasca Pilpres tanggal 17 April, publik justru dihadapkan pada dinamika politik yang baru, dimensi resonansinya lebih panas ketimbang pada masa kampanye.

Jika pada saat kampanye, polaritas politik mengerucut pada ikhtiar kampanye dan saling mengklaim dukungan simpul-simpul rakyat, melalui berbagai deklarasi dan kampanye politik, baik yang resmi maupun tak resmi, baik yang dilakukan kubu TKN Jokowi maupun kubu BPN Prabowo. Namun, pasca Pilpres tanggal 17 April 2019 polaritas itu bergeser dari dukung mendukung pilihan, saling mengunggulkan jagoan, beralih pada klaim perolehan suara dan saling klaim kemenangan.

Kubu TKN Jokowi mengklaim telah memenangi Pilpres berdasarkan hitung cepat _(Quick Qount)_ dari sejumlah lembaga survei, yang diketahui mengambil sample sekitar 2000 - 5000 TPS dari total TPS lebih dari 800.000-an. Sementara itu, kubu BPN Prabowo dengan percaya diri mendeklarasikan kemenangan berdasarkan data tabulasi suara yang dihimpun dari formulir C1, yang jumlahnya hingga mencapai 40% dari total formulir C1 yang berhasil dihimpun diseluruh TPS.

Secara matematis, klaim kemenangan TKN Jokowi vs BPN Prabowo ini berdiri tegak diatas basis 4000 TPS dari sample lembaga survei melawan 300.000 TPS yang tersebar di seluruh wilayah NKRI data BPN Prabowo Sandi.

Secara hukum klaim TKN Jokowi dan BPN Prabowo tidak bernilai. Sebab, secara hukum kemenangan itu wajib didasarkan penghitungan rekapitulasi data tabulasi nasional seluruh TPS yang dihimpun oleh KPU. Secara konstitusi, KPU adalah lembaga yang paling berwenang untuk mengumumkan keputusan Pilpres 2019.

Friday 19 April 2019

Quick Count SOHN Denmark Prabowo 58,5% dan Jokowi 42,3%

Foto: Poskota via Law Justice
Pemilihan Umum Presiden Indonesia sudah terlaksana dengan baik pada 17 April 2019, meskipun ada yang tidak puas atau berpendapat pemilu penuh kecurangan, boleh saja dan kita serahkan kepada pihak yang berwenang dalam hal ini Bawaslu. Tetapi saya menyanjung tinggi kepada aparat keamanan dari TNI serta Polri yang membuat Pemilu kemarin berjalan lancar.

Bulan Januari 2019 saya dikabari oleh sahabat karib seorang wanita akademisi warganegara Denmark yaitu Gillana Paulsen. Dia adalah pimpinan sebuah lembaga survey pemilu dan statistik di kota Esbjerg, Denmark.

Surat Terbuka untuk Megawati Soekarnoputri dari Ratih Ratna Poernami

Apa kabar mbak Ega? (demikian saya bisa memanggilnya). Saya Ratih Ratna Poernami, teman berjuang mbak Ega. Bahkan kita berdua satu kamar pada Kongres Luar Biasa PDI (belum pakai Perjuangan) di Asrama Haji Sukolilo Surabaya 26 tahun lalu yaitu tahun 1993.

Ayo mbak kita melawan lupa dengan apa yang kita alami saat itu:

1.Kita berdua menjadi utusan KLB, saya sebagai Ketua PDI Jakarta Selatan ex officio dan mbak Ega sebagai utusan yang dipilih melalui Konpercabsus PDI Jaksel

2. Dari awal menjadikan mbak Ega utusan KLB kita sudah mendapatkan hambatan dari penguasa saat itu yang tidak menghendaki mbak Ega akan menjadi Ketua Umum PDI menggantikan Soeryadi (almarhum).

3. Di dalam KLB yang mencekam, di mana mbak Ega diprediksi akan menang, maka oleh pimpinan sidang yang dikuasai oleh teman-teman yang pro penguasa sidang diulur-ulur hingga batas waktu izin KLB habis dan KLB dinyatakan DEADLOCK oleh pimpinan sidang dan dinyatakan ditutup.

Wednesday 17 April 2019

Antara Kebo dan Kebo-Hongan

Oleh Malika Dwi Ana

Meskipun lahan persawahan sudah banyak beralih fungsi dan tak banyak lagi binatang yang namanya KEBO seperti dulu; tetapi jangan takut ataupun khawatir, masih banyak KEBO-KEBO yang lain sebagai pengganti. Bukan salah kebo juga sehingga namanya dikait-kaitkan dengan jenis kebo yang lain.

Ada KEBOhongan, ada KEBObrokan, KEBOdohan, KEBOcoran, KEBO NYUSU GUDEL dan lain sebagainya. KEBOHONGAN itu perlu publikasi media, perlu viral dan cetar di media sosial dan TV-TV. Sementara KEJUJURAN itu cenderung sebaliknya, bahkan ia terkesan pasif, sunyi dan tak begitu menarik untuk diamati dan dibuktikan. Tempatnya nylempit tersembunyi di celah-celah nurani masing-masing orang.

Ada pemeo kerbau atau KEBO itu dipegang tali hidungnya, manusia dipegang janji dan ucapannya. "Ajining diri gumantung ana ing lathi." Harga diri itu bergantung pada mulut, apa yang diucapkannya. Jika berkata-kata tidak berdusta, jika berjanji ditepati, dan jika diberi amanah, bisa dipercaya. Itu yang seharusnya berlaku bagi setiap pribadi yang disebut pemimpin. Tapi entah mengapa tiga hal berkaitan mulut dan amanah ini kini sulit sekali didapati pada pribadi pemimpin. Jika mengupas soal dusta dan kebohongan, ada pergolakan, pergumulan antara pertimbangan moral dan alasan survival sebelum KEBOHONGAN dibuat oleh setiap orang yang (berkomitmen) melakukannya.

Moralitas agama apapun, jelas-jelas mengajarkan untuk berlaku atau menjalani hidup dan bertahan hidup dengan cara JUJUR dan BENER. Tapi ya balik lagi...karena satu dan lain hal, cara itu semakin langka adanya. Angel ngaku gampang nambuh...susah berkata jujur lalu cuek alias gambuh; gampang nambuh.

Secara teoritis, alam pemikiran bangsa ini berdasarkan :
- by the GRACE OF GOD (Ketuhanan)
- by the WILL OF THE PEOPLE (Kerakyatan). Tetapi kemudian dalam prakteknya ya selalu melenceng dari dasar-dasar pakem diatas, dan selalu saja mempunyai pola seperti berikut:
- by the GRACE OF RULERS (Para Penguasa)
- by the WILL OF THE SMALL GROUPS (Kongsi-Kongsi Dagang)

Dan pada perkembangannya kemudian, seakan-akan menjadi suatu peraturan tak tertulis serta bagian dari strategi dan teknik Survival Handbook bahwa: "SETIAP ORANG BOLEH BERBOHONG. ASALKAN TIDAK SALAH. ASALKAN MENGUNTUNGKAN. ASALKAN TUJUAN TERCAPAI." Toh ini semua dilakukan demi KELANGSUNGAN HIDUP. Maka lalu lahirlah semboyan sebab-akibat (implikasi): JUJUR bakalan AJUR!

Yang melakukan KORUPSI, pastilah melakukan KEBOHONGAN. Iya kan, karena ibarat orang buang air besar pastilah didahului dengan buang air kecil to? Silakan diuji coba kebenarannya, misal boker tanpa pipis dulu, bisa ngga?!

Yang jadi masalah; mosok ya anak-anak kita ajarin berbohong ya? Nanti jika ada pertanyaan; "Apa akibat jika orang sering berbohong?" Mereka serentak menjawab; "BISA JADI PRESIDEN!" Po ra modar jal?!

Soal-soal beginian mungkin tidak pernah terpikirkan oleh bapak-bapak yang duduk di kursi empuk kekuasaan. Bohong itu seolah sudah menjadi tabiat, watak, yang susah diperbaiki. Hingga hal ini jugalah yang melatari seorang propangandis Nazi Jerman, Joseph Gobels merumuskan teori How to Turn Lies into Truth; "Sebarkan kebohongan berulang-ulang kepada publik maka kebohongan itu akan menjadi sebuah kebenaran." "If you keep telling lies eventually they believe it." Begitu katanya...Propaganda is a deadly political weapon. PROPAGANDA adalah SENJATA politis yang mematikan. Prinsipnya, 1000 (seribu) KEBOHONGAN yang diucapkan berulang-ulang adalah suatu KEBENARAN.

Alhasil...PENCITRAAN, HOAX, JANJI PALSU menjadi komoditas dusta dan angin sorga yang laku dijual, menghipnotis banyak orang sehingga ramai-ramai mengamini KEBOHONGAN. Rakyat dibikin tidak fokus, agar pengawasan terhadap kinerja pemerintah terabaikan. Logika atau akal sehat dibolak-balik, yang akhirnya jadi semacam KEBODOHAN. Seperti kata Baudillard dalam tesisnya, konon kita telah memasuki tahap realitas semu (hyper-reality) di era simulakra, dimana antara citra dan realita telah melebur sehingga publik tidak mampu membedakan mana isu fiktif mana yang realita, yang kemudian berkembang menjadi semacam KEBOBROKAN.

Maka INVASI EKONOMI korporasi asing pun dikatakan sebagai (iklim) investasi sebagai penggerak roda pembangunan. Bahan bakar pertumbuhan ekonomi, konon. Meski saya terus terang gagal paham soal ini. Ekonomi bertumbuh, tapi daya beli masyarakat ndlosor. Kondisi faktualnya, pertumbuhan rata-rata selama Jkw memimpin adalah 5%. Baik atau buruk itu relative. Tapi jika dibanding SBY ya buruk. Dibanding rata-rata growth negara-negara G20 ya relative baik. Cuma preferensi mengambil pembanding saja. Tidak ada norma absolutnya juga.

Dari kondisi perekonomian ini, pemerintah menyusun APBN 2018. Anda lihat pemerintah memang sudah menganggarkan untuk berhutang 325.9 T. Ya ngga apa-apa juga sih ngutang. Asal bisa dimanfaatkan dengan baik. Bukannya bocor disana-sini gak jelas juntrungannya, iya...KEBOCORAN disana-sini !

Masih banyak ragam kebohongan yang sudah dilakukan jika mau membuat daftarnya. Tetapi buat saya, bentuk kebohongan terbesar yang dibangun rezim ini salah satunya adalah menihilkan jasa pendahulunya. Apa saja dituduh mangkrak. Kebohongan ini sukses dimainkan dari 2014 karena Demokrat lagi tiarap. Tetap saja sekarang orang susah percaya sama data Partai Demokrat.

Mengakhiri catatan kecil ini, masalah negara ini barangkali akan lebih mudah diatasi jika kita semua mau jujur. Melihat dengan jernih beragam persoalan yang hulunya satu; REZIM PALSU KOK MAU DIPILIH LAGI...wakakakabooor ahh! 😂😁

Tuesday 16 April 2019

Dusta Jokowi "Hanya Takut Kepada Allah SWT"

Oleh: Nasrudin Joha

Jokowi, dalam debat pilpres menyebut hanya takut kepada Allah SWT. Ungkapan ini, di media sosial digunakan para pendukungnya dengan menyebutnya berulang kali ungkapan 'Jokowi hanya takut kepada Allah SWT' untuk bertahan dari serangan kebohongan-kebohongan Jokowi.

Sebagaimana diketahui, Jokowi telah dinobatkan oleh netizen sebagai Bapak Hoax Nasional Indonesia. Hal mana, diberikan karena banyaknya data hoaks yang disampaikan pada debat Pilpres kedua. Pengukuhannya, dipimpin langsung oleh Nasrudin Joha.

Meski terlihat 'trengginas', lancar menjawab pertanyaan, ternyata Jokowi terjebak pada adagium 'Kecebong'. Yakni, Keterangan Cepat Tapi Boong. Bahkan, ada sejumlah netizen menganalisis gelagat aneh, berupa penampakan alat tertentu yang dipegang Jokowi. Dalam beberapa foto screenshot, Jokowi terlihat seperti mendengarkan informasi tertentu dari pihak tertentu.

Sekarang saya mau fokus, benarkah Jokowi hanya takut kepada Allah SWT ? Mari kita cek. Jangan-jangan, pernyataan ini juga hoaks.

Saat Jokowi membatalkan Machfud MD sebagai cawapresnya, Jokowi menyatakan ada banyak tekanan partai sehingga dia 'tidak berdaya' melawan tekanan itu. Di injury time, Machfud justru disingkirkan. Hanya di-PHP oleh Jokowi,. Padahal Machfud sudah jahit baju dan sampai saat ini baju itu masih dititipkan kepada pihak istana.

Artinya, Jokowi tak memiliki independensi, mudah diintervensi, tdk berdaya melawan partai. Ungkapan 'Jokowi hanya takut kepada Allah SWT' hanyalah hoax belaka. Sebab, jika Jokowi takut kepada Allah swt, mustahil dia berani mengkhianati Machdudz MD, yang sebelumnya dijanjikan sebagai cawapres. Padahal, Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk memenuhi akad (janji).

Saat Jokowi mengutus Yusril untuk membebaskan Ust. Abu Bakar Ba'asyir, dia juga akhirnya membatalkan karena di intervensi bawahan (Wiranto). Jika dia (baca: Jokowi) hanya takut kepada Allah SWT, tentulah dirinya tidak akan membatalkan rencana membebaskan Ust Abu Bakar Ba'asyir, seorang pengemban dakwah korban fitnah dan tuduhan narasi perang melawan terorisme.

Bahkan, Jokowi menjilat ludah dengan menyatakan pembebasan harus memenuhi persyaratan dan prosedur. Padahal, sebelumnya pembebasan disebut tanpa syarat, murni hanya karena faktor kemanusiaan.

Jokowi juga dusta, menyebut hanya takut kepada Allah SWT. Bahkan, Jokowi berani menentang Alllah SWT dengan memerangi para pejuang Islam, pejuang syariah dan khilafah.

Syariah dan khilafah yang diwajibkan Allah SWT, oleh Jokowi dikriminalisasi. Organisasi Islam HTI dibubarkan, hanya karena konsisten dengan dakwah syariah dan khilafah. Terus dimana makna, Jokowi hanya takut kepada Allah SWT ?

Selama memimpin, Jokowi juga menentang hukum Allah SWT. Menumpuk hutang ribawi hingga ribuan triliun. Padahal, orang yang memakan riba hakekatnya telah 'mengumumkan perang' terhadap Allah SWT. Lantas, dimana takutnya Jokowi ? Larangan riba di terjang, gitu mengaku-ngaku hanya takut kepada Allah SWT ?

Jokowi sebenarnya tidak takut kepada Allah SWT, Jokowi hanya takut kepada janda yang di beberapa kesempatan mengultimatum Jokowi dan mengingatkan Jokowi itu kastanya hanya 'Petugas Partai'. Jadi jelas, dusta belaka omongan Jokowi yang menggungah kalimat hanya takut kepada Allah SWT. 

Saturday 13 April 2019

Surat Terbuka Ustadzah Irene Handono... untuk bapak Prabowo Subianto

Kepada Yth.
Bapak Prabowo Subianto

Assalamualaikum warahmatulahi wabarakatuh

Semoga bapak sekeluarga senantiasa dalam lindungan Allah Subhanahu wata'alla.

Sebelumya saya mohon maaf, bila cara saya menyampaikan surat ini dengan cara terbuka melalui media sosial, sebab cukup bingung juga saya harus menyampaikannya melalui siapa dan bagaimana caranya.

Sebelumnya saya akan perkenalkan diri dulu. Saya adalah Irene Radjiman. Saya seorang penulis, ibu rumah tangga dengan 2 anak, mualaf baru 10 tahun yang lalu berkenan mempelajari Islam. Saya terlahir dari keluarga Katolik. Mungkin kita memiliki kesamaan, pak, yang memimiliki anggota keluarga dengan 2 agama, Katolik dan Islam. Maka saya tidak peduli apa yang orang katakan tentang background keluarga bapak, karena kecintaan terhadap Islam bukan dilihat dari background keluarga, tetapi dari bagaimana dari hari ke hari kita bersedia hijrah menuju Islam yang kaffah.

Thursday 14 March 2019

Tidak Pro Prabowo dan Tidak Pro Jokowi, tetapi...



Saya hanya tidak tega melihat kondisi rakyat Indonesia.

Secara prinsip infrastruktur sangat penting dan bagus. Oleh karena itu sangat penting, maka pembangunan infrastruktur telah dikerjakan sejak zaman Soeharto hingga SBY.

Bedanya?

Pada era Jokowi, pembangunan infrastruktut dilakukan dengan obsesi yg sangat dipaksakan. Sehingga aspek lain baik seperti sektor pertanian, sektor peternakan dan lainnya terabaikan.

Dalam kondisi semacam itu, daya beli rakyat dan sektor riil perekonomian terpuruk. Jangan bilang rakyat kita malas. Pada jam 03.00 pagi saja, mereka sudah pada ke pasar.

Ada hal yg ironis, meski infrastruktur itu penting. Bandara, stasiun diperbaharui semua dan menjadi megah.

Hanya saja perlu dicatat.. 100 persen UMKM tersingkirkan dan digantikan oleh Alfamart, Indomaret, dan sebagainya.

Orang Indonesia memang hebat. Membangun dengan dana APBN. Setelah rampung,  yang bisa cari duit adalah orang asing.

Wednesday 13 February 2019

Nelly Siringo Ringo: Saya Dipidanakan Karena Membuka Email Kepunyaan Sendiri

Sudah 2 tahun ini waktuku habis sia-sia, 4 bulan lebih dipenjara, ditambah 1,5 tahun bolak balik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena aku di dakwa dengan 3 KASUS yang semuanya terjerat UUITE alias UU Subversif Kekinian.

1. Ditangkap karena mengunduh artikel LIPPOWAY yang ditulis si JOHN, yang tidak pernah aku ketahui siapa si John tersebut.

Bentuk artikel itu pdf. (e-book), yang aku pikir itu adalah semacam buku ilmiah yang tertulis sangat rapih, dan sudah tersebar dimana-mana, jadi manalah aku tau kalau itu HOAX, mana ada sih HOAX tertulis dalam BUKU TEBAL SEBANYAK 62 HALAMAN...? (Tapi herannya kok terbukti Lippo melakukan penyuapan-penyuapan Meikarta...? Sekarang Lippo malah sudah berurusan dengan KPK).
Maka jadilah aku unduh artikel dalam bentuk pdf tersebut, yang ternyata buku itu isinya mengenai tentang kejahatan korporasi Lippo, lalu aku upload lah di facebook, yang tujuanku sebenarnya untuk minta klarifikasi apakah benar isi buku yang ditulis oleh John tersebut dan niat aku sebenarnya juga untuk menyelamatkan bangsa dan negara dari tipu-tipuan korporasi Lippo, sifatnya itu mengantisipasi...Dan ada hal yang sangat penting menurut ku yang membuat keinginanku untuk lebih mengetahuinya yaitu judul buku tersebut itu SENIN SAMPAI JUMAT MENIPU ORANG, SABTU SAMPAI MINGGU MENIPU TUHAN..Luar biasa judul buku tersebut, membuat aku bertahan membaca 62 halaman sekaligus tanpa berhenti...Dalam hatiku buku ini dahsyat, begitu beraninya orang menipu TUHAN.. Siapa dia yang berani menipu TUHAN, kecuali si Iblis...?

Aku ditangkap diperiksa di BARESKRIM POLRI, statusku waktu ditangkap itu sudah menjadi TERSANGKA, aku ditangkap oleh 16 Polisi, digelandang langsung ke markas Cyber Bareskrim Polri, tapi dilepaskan tidak ditahan karena pidana hukuman atas tuduhannya di bawah 5 tahun, tapi kasusku tetap diproses alias tetap berjalan, kecuali aku meminta maaf kepada Lippo Group untuk suatu buku yang bukan aku yang tulis, dan kalau meminta maaf karena mengunduh, bagaimana dengan ribuan orang yang lain yang juga ikut mengunduh buku tersebut...????? 

Sunday 20 January 2019

Mabuk Keajaiban: Di Balik Sulitnya Menasihati Sebagian Pendukung Fanatik Petahana

Oleh:  Aad Satria Permadi

Tulisan ini berdasarkan pengalaman pribadi saya berinteraksi (sekedar ngobrol dan berdebat) dengan kelompok “pemuja” petahana. Saya beri istilah “pemuja”, karena mereka ini sudah menganggap petahana satu-satunya sosok yang akan menyelamatkan Indonesia. “Ratu Adil”-lah istilahnya. 

Petahana tidak ada cacat sedikitpun bagi mereka. Ketika ditunjukkan kebodohan, kebohongan dan kegagalan petahana mereka tetap tak bergeming. Pernah saya tunjukkan beberapa video petahana yang gagap dan gugup di depan kamera saat menjawab pertanyaan wartawan. 

Pernah juga saya tunjukkan betapa petahana mengaku tidak membaca apa yang ditandatangani nya, mengaku IPK nya tidak lebih dari 2, sampai ketidakmampuan beliau berbahasa asing.

Saturday 29 December 2018

‘Jaenudin’ Salah Adegan



Oleh: Agi Betha | Pegiat Media Sosial 

Memang hanya Jaenudin yang cocok acting begini. Membayangkan jika hal yg sama ini dilakukan oleh SBY, PS, bahkan bu Mega sekalipun, kok rasanya tak mungkin.

Tontonan menggelikan. Di batas lokasi yang sudah ditetapkan, semua anggota rombongan berhenti berjalan. Lalu Jaenudin membetulkan poni dan memberikan lambaian tangan kecil, tanda dirinya mulai berjalan sendirian ke arah bibir pantai, di mana awak media atau para kameraman telah menunggu.

Di lokasi berikutnya, juru kamera telah bergerombol siap mengabadikan. Jaenudin harus terlihat berjarak dan terpisah dari pengawalan. Yaitu agar gambar ia terlihat sendirian berefek amat dramatis jika dipandang dari sudut kamera yang pas.